Walkot Medan yang Dicokok KPK Punya Harta Rp 20 M, Wajarkah?

Jakarta – Wali Kota Medan Dzulmi Eldin diamankan KPK dalam sebuah operasi tangkap tangan (OTT). Sebagai Wali Kota, Edin memiliki harta kekayaan mencapai Rp 20.399.766.565 atau Rp 20 miliar menurut Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), yang terakhir dilaporkan pada 2018.

Wajarkah Wali Kota punya harta Rp 20 miliar?

Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 59 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah disebutkan, gaji pokok untuk Kepala Daerah Kabupaten/Kota termasuk Wali Kota adalah Rp 2.100.000 per bulan.

Kemudian berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 168 Tahun 2000 tentang Tunjangan Jabatan Bagi Pejabat Negara Tertentu disebutkan, tunjangan jabatan yang didapat Kepala Daerah Kabupaten/Kota adalah sebesar Rp 3.780.000.

Mengacu pada aturan tersebut, maka Eldin sebagai Wali Kota Medan mendapatkan gaji sebesar Rp 5.880.000 per bulan. Eldin menjabat Wali Kota Medan pada 2014 setelah diangkat menggantikan Rahudman yang dipenjara karena kasus korupsi APBD Tapanuli Tengah.

Eldin menjabat Wali Kota pada 18 Juni 2014 hingga 26 Juli 2015. Dia kemudian maju dalam Pilkada Medan 2015, berpasangan dengan Akhyar Nasution dan terpilih sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Medan. Artinya, Eldin sudah menjabat Wali Kota Medan lebih dari 5 tahun.

Bila dihitung secara kasar, maka selama menjabat sebagai Wali Kota Medan, maka total gaji yang didapat Eldin per bulan sebesar Rp 5.880.000 dikalikan 5 tahun atau 60 bulan ialah Rp 352.800.000. Angka ini jauh di bawah harta yang dimiliki Eldin sebesar Rp 20 miliar.

Tapi, sejatinya Eldin sebagai Wali Kota tak hanya mendapat gaji pokok dan tunjangan jabatan saja. Eldin juga mendapat tunjangan operasional yang besarannya diatur dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Dalam aturan itu disebutkan, besarnya biaya penunjang operasional Kepala Daerah Kabupaten/Kota, ditetapkan berdasarkan klasifikasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) masing-masing daerah. Semakin besar PAD yang dimiliki, maka semakin besar pula tunjangan operasional yang didapat. (www.detik.com)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.