Prihatin Nasib 500.000 Warga Pemilik “Surat Ijo” di Surabaya, Junimart Girsang: Akan Kami Perjuangkan

KOMPAS.com – Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Junimart Girsang menyatakan prihatin terhadap pengaduan 500.000 warga pemilik surat izin pemakaian tanah (SIPT) atau yang dikenal dengan nama “surat ijo” di Surabaya.

“Apa yang diadukan oleh masyarakat pemilik surat ijo ini benar-benar sangat memperhatikan. Oleh karenanya, kami Panitia Kerja (Panja) Mafia Tanah DPR akan memperjuangkan dari status kepemilikan menjadi sertifikat hak milik,” kata dia dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (22/11/2021).

Sebab, lanjut Junimart, negara hanya mempunyai hak sebagai kuasa tanah, bukan memiliki. Hal ini sesuai Pasal 33 Undang-undang Dasar (UUD) 1945 yang menyebutkan bahwa tanah diberikan untuk kemakmuran rakyat. Selaku Ketua Panja Mafia Tanah Komisi II DPR RI, Junimart pun akan membawa masalah tersebut kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

Pernyataan itu ia sampaikan sesaat setelah menanggapi desakan terhadap penyelesaian status kepemilikan tanah warga di Kota Surabaya yang tak kunjung usai dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi II DPR, Senin.

Pada kesempatan itu, Ketua Pejuang Komunitas Surat Ijo, Hosma Satriyo Kedro menyampaikan rasa bangga, terutama kepada Junimart Girsang yang telah dengan gigih memberantas mafia tanah di Indonesia.

“Kami menguasai tanah dan menghuni lebih dari 50 tahun, tetapi tak kunjung juga bisa disertifikatkan. Oleh karena itu, lewat bapak Junimart Girsang dan Komisi II DPR, kami mendesak agar masalah ini diselesaikan,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan, permasalahan surat ijo sudah terjadi sejak tahun 1995. Pada saat itu Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mengumumkan akan melakukan pemutihan terhadap kepemilikan tanah yang dikuasai warga di Kelurahan Bertajaya.

Setelah pengumuman itu, Pemkot Surabaya melalui para koordinator yang ditunjuk meminta para warga untuk mengisi formulir pemutihan tersebut, serta wajib menyerahkan seluruh bukti kepemilikan atas tanah mereka.

“Ternyata cerita pemutihan itu, hanya sebuah upaya bagi Pemkot Surabaya untuk menghilangkan bukti kepemilikan tanah milik warga,” imbuh Hosma.

Sebab, lanjut dia, setelah warga menyanggupi semua persyaratan, Pemkot Surabaya mengusulkan status hak pengelolaan lahan (HPL) terhadap tanah para warga. Artinya, setelah diterbitkannya surat keputusan hak pengelolaan lahan (SKHPL), maka tanah milik warga menjadi kuasa penuh pihak Pemkot Surabaya.

“Maka dari itu kami mendapat surat ijo itu dan sampai saat ini kami tidak bisa mensertifikatkan tanah kami,” ucapnya Sebagai informasi, dalam kegiatan RDPU tersebut turut hadir Aliansi Penghuni Rumah dan Tanah Negara (APRTN) Indonesia, Ketua Umum (Ketum) Komunitas Pejuang Surat Ijo Surabaya, Ketum Perkumpulan Penghuni Tanah Surat Ijo Surabaya (KPSIS), dan Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Arek-arek Pejuang Surat Ijo Surabaya. (Sumber: https://nasional.kompas.com/)

 

www.kompos.com  Senin (22/11/2021)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.