Kemendagri Kaji Ulang Jabatan Wakil Kepala Daerah
JAKARTA, KOMPAS.com – Kementerian Dalam Negeri tengah mengkaji ulang jabatan wakil kepala daerah. Alasan dikaji ulangnya jabatan orang nomor dua di tingkat pemerintahan daerah itu karena banyak hal.
“Konsep mengenai wakil kepala daerah memang perlu dikaji kembali. Bukan hanya tugasnya, fungsinya, peranannya. Mekanisme penunjukkan wakil kepala daerah pun seharusnya tidak satu paket,” kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Kemendagri, Sumarsono di kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (5/2/2018).
Sumarsono mengungkapkan, sejak awal konsep Kemendagri yang diusulkan dalam draf Undang-Undang Pilkada hanya memilih kepala daerah seorang.
“Hanya pemilihan kepala daerah. Konsep kita, wakilnya ditunjuk sendiri oleh kepala daerah dari birokrasi. Ini kan ditolak oleh DPR. Akhirnya sistemnya menjadi paket begini,” kata dia.
Sumarsono mengakui, jabatan wakil kepala daerah selama ini cukup membantu kepala daerah. Namun tak jarang, jabatan tersebut hanya menjadi “pemanis pemerintahan” semata.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Rabu (6/12/2017).
“Wakil kepala daerah membantu kepala daerah. Tergantung kepala daerah, kalau kada tidak beri delegasi wakil kepala daerah tak ada fungsinya,” ujar Sumarsono.
Menurut Sumarsono, kajian itu tak cuma dilakukan pihaknya atas jabatan kepala daerah semata, tapi juga banyak hal lainnya.
“Kajian kan terus dilakukan oleh Litbang. Tidak hanya wakil kepala daerah,” kata dia.
Cekcok Kepala Daerah dengan Wakilnya
Sumarsono membantah, dikaji ulangnya jabatan tersebut bukan karena cekcok antara kepala daerah dan wakilnya yang sering berbeda pandangan.
“Oh enggak-enggak. Hanya mengingatkan saja dulu pernah ada kajian mengenai tugas kepala daerah dan wakil kepala daerah. Enggak ada salahnya kalau dikaji kembali. Kemungkinan bisa terjadi,” ucap dia.
Kajian itu nantinya akan disampaikan ke DPR RI. Jika disepakati, maka terbuka kemungkinan untuk dilakukan revisi UU Pilkada.
“Oh nanti. Kalau kajian ditolak enggak ada revisi. Kalau positif, kenapa tidak kita tinjau kembali bersama DPR. Karena pembuat UU, DPR bersama pemerintah. Enggak boleh hanya setengah sisi. Harus dua sisi,” kata dia.
Tak berbeda, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa pihaknya belum ada rencana untuk mengajukan revisi UU Pilkada atas jabatan wakil kepala daerah tersebut.
“Belum, belum berpikir ke situ (revisi). Baru kita kaji saja, kita kaji, kita lempar gimana nanti,” kata dia.
Meski demikian, ia mengatakan bahwa memang perlu ada kajian mendalam soal efektivitas posisi kepala daerah dan wakilnya bersama-sama dalam menjalankan roda pemerintahan.
Sebab, kejadian ribut-ribut antara kepala daerah versus wakilnya terus berulang selama ini.
“Kejadian berulang tersebut pada akhirnya dirugikan adalah masyarakat daerah setempat. Karena pembangunan daerah menjadi terhambat,” ujar Tjahjo.
Contoh ribut-ribut itu, misalnya antara Bupati Kabupaten Kuantan Singingi di Riau, Sukarmis melawan wakilnya, Zulkifli, pada Februari 2016 lalu.
Kemudian, antara Gubernur Kalimantan Utara Irianto Lambrie dengan wakilnya Udin Hianggio pada Oktober 2017.
Terbaru, Bupati Tolitoli Mohammad Saleh Bantilan melawan wakilnya Abdul Rahman H Buding pada akhir Januari 2018 kemarin.