Rayuan Pulang Kampung Jokowi, Ainun Najib dan Nasib Peneliti RI

Jakarta, CNN Indonesia — Presiden Jokowi dalam satu kesempatan menyampaikan niatan memanggil praktisi teknologi informasi (IT) yang juga kader muda Nahdlatul Ulama, Ainun Najib untuk pulang ke Indonesia dan membangun ekosistem digital di dalam negeri. Ainun saat ini berdomisili di negeri jiran Singapura.
Seruan ‘pulang kampung’ itu disampaikan Jokowi dalam acara Pengukuhan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2022-2027 di Balikpapan, Kalimantan Timur, Senin (31/1).

Nama Ainun Najib dikenal tak hanya sebagai kader NU, dia juga dikenal sebagai inisiator platform Kawal Pemilu dan KawalCovid-19. Di Indonesia, platform KawalCovid-19 banyak menjadi rujukan pendataan Covid-19 sejak Maret 2020, bahkan digunakan sebagai bahan pemberitaan.

Mengilas balik beberapa periode sebelumnya, upaya memanggil talenta muda berbakat di luar negeri sebelumnya juga pernah dilakukan oleh Presiden kedua RI, Soeharto. Dia kala itu memanggil BJ Habibie untuk mengembangkan industri penerbangan di Indonesia.

Meski apa yang dilakukan Jokowi serupa seperti tindakan Soeharto, Pengamat Sosial Rissalwan Lubis menilai banyak perbedaan antara keduanya.

Menurut Rissal, Jokowi tak menunjukkan keseriusannya untuk mengundang kembali generasi bangsa yang potensial untuk membangun Indonesia. Omongan Jokowi meminta Ainun Najib ‘pulang kampung’ hanya sebagai pemanis di depan warga NU.

“Itu hanya pernyataan Jokowi untuk menyenangkan hati NU bahwa ada anak muda yang sukses, ada yang seperti Ainun Najib. Itu pernyataan baik presiden dalam undangan kepengurusan NU,” kata Rissal saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (4/2).

Dia menilai ajakan Jokowi tak menunjukkan keseriusan karena hanya berupa undangan pulang kampung. Jokowi tak menyediakan tempat atau posisi strategis untuk Ainun Najib agar bisa mengembangkan ekosistem digital seperti yang diinginkan Jokowi.

“Saya tidak melihat keseriusannya. Kalau mau serius bikin dong seperti zamannya pak Habibie, jadi jangan cuman kasih statement. Dikasih tempat untuk berkembang,” ujar Rissal.

Dia kemudian membandingkan apa yang dilakukan Jokowi sebelumnya saat memanggil eks Direktur Pelaksana Bank Dunia yang kini menjabat sebagai Menteri Keuangan, Sri Mulyani pada 2014. Saat itu Jokowi meminta Sri Mulyani pulang kampung dan mengurusi finansial Indonesia sebagai Menteri Keuangan.

Dalam periode pemerintahan sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga sempat memanggil Sri Mulyani yang saat itu menjadi eks Direktur Bank Dunia (World Bank). SBY kala itu secara langsung meminta Sri Mulyani menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional pada 2004. Dia kemudian diminta ke Kementerian Keuangan pada 2005.

“Kalau dipanggil terus disuruh membangun sendiri, ya orang-orang gak akan pada mau balik. Jadi kalau ditanya apa Jokowi serius memanggil Ainun? Saya lihat tidak ada keseriusannya itu,” ucap Rissal.

Minim Apresiasi dan Gaji Kecil
Pakar pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Hamid Hasan mengatakan ada banyak generasi bangsa yang memutuskan untuk berkarier di luar negeri. Hal itu dikarenakan hasil penelitian atau gagasan baru yang mendobrak budaya seringkali minim apresiasi di dalam negeri.

Hamid mengaku banyak gagasan peneliti yang mendapat tanggapan miring dari pemerintah. Terutama jika gagasan itu secara bisnis kurang menjanjikan, dan banyak membutuhkan modal.

“Kurang apresiasi pada peneliti dan dosen. Padahal kan kita bicara kreativitas, tentang otonomi peneliti. Sementara di luar negeri berbagai penelitian itu sangat didukung, berbeda dengan di sini,” kata Hamid.

Dia memprediksi akan lebih banyak generasi muda yang memilih berkarier di luar negeri. Terutama jika pemerintah Indonesia masih belum bisa memberikan fasilitas kerja yang maksimal, upah yang sepadan, dan meniadakan praktik KKN di dalam negeri.

Hamid juga menyinggung kebanyakan generasi muda yang dipanggil kembali ke Indonesia menjadi birokrat. Padahal menurut Hamid, Indonesia membutuhkan lebih banyak peneliti.

“Jadi seringkali kita hanya mengundang mereka ke sini sebagai birokrasi dan habis, selesai, kerjanya mengurusi dokumen, melakukan yang diminta pimpinan. Peneliti kan tidak seperti itu,” ucap Hamid.

Hamid juga mengatakan bahwa pemerintah harus berani mengubah sistem kerja agar lebih banyak generasi muda yang pulang kampung dan membangun Indonesia.

Pemerintah diminta bisa menciptakan lingkungan kerja yang adil dan aman di samping memberikan gaji yang sepadan. Lingkungan pekerjaan juga harus suportif dan bebas nepotisme.

“Pertama pemerintah harus berani mengubah sistem kerja, tidak berorientasi pada administrasi. Pekerja harus berprestasi karena kerjanya, bukan karena kedekatan, gaji juga harus besar sesuai dengan pekerjaannya,” tutur Hamid. (Sumber: https://www.cnnindonesia.com/)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.