Agribisnis Berdaya Saing Masih Jauh
Dairinews-Sidikalang
Agribisnis berdaya saing sebagaimana dikumandangkan Bupati Kabupaten Dairi Sumatera Utara, KRA Johnny Sitohang, dinilai masih jauh dari realitas. Masih sebatas wacana. Peran pemerintah cenderung hanya membangun infrastruktur. Karenanya, dibutuhkan kerja keras khususnya lintas sektoral SKPD.
“Dang tarida dope parbue na” kata Wakil Ketua DPRD, St Ir Benpa Hisar Nababan di Sidikalang, Jumat (30/9/2016).
Menurutnya, agribisnis berdaya saing diwujudkan lewat perolehan harga yang baik di tingkat petani. Ketika pasar dipandang prospek, maka budidaya menjadi harapan masa depan. Faktanya, petani masih dianggap hidup miskin.
Dijelaskan, Kopi Sidikalang sebenarnya sudah punya label marketing. Sampai ke mancanegara, bahan minuman tersebut terkenal lantaran aroma istimewa. Namun, kenyataan menunjukkan, petani banyak menebang batang lalu konversi dengan berbagai tanaman. Kenapa? Kedengarannya saja panen berpuluh kaleng tetapi uangnya tak seberapa. Sulit menemukan warga mampu membeli sepeda motor mengandalkan panenan kopi. Hingga kini, belum lahir eksportir lokal yang membantu pemasaran.
“Lalap holan pas-pas tu dapur” kata Benpa. Belum pernah terkabar, pemerintah mengintervensi pasar. Dalam berbagai komoditas, petani menjual panenan kepada toke tanpa ada gambaran pasar dari lembaga terkait. Kalau lagi murah masyarakat hanya bisa pasrah. Jika mahal, itu adalah konsekwensi hukum ekonomi.
“Tommat pe lalap do saribu lima ratus sakilo, hape nungnga satonga taon. Adong do diparrohahin?” tanya legilator PDIP ini.
Sesungguhnya, daya tarung petani cukup tangguh. Mereka mencari inovasi dan memotivasi diri demi memperbaiki taraf hidup. Begitu menengok tetangga sukses mengembangkan jeruk manis dan jagung, rame-rame konversi. Harus diakui, pemerintah dirasa tertinggal.
Ironisnya, kendati struktur organisasi pemerintahan lengkap dengan berbagai bagian dan seksi-seksi, problema masyarakat tak mudah diatasi. Patut diduga tidak punya kemampuan. Kala serangan hama lalat buah pada jeruk manis ‘menghantui’ sepertinya tak ada garansi pemerintah memproyeksi petani. Bukan hanya itu, mengembangbiakkan ikan saja pun payah. Terbukti, petani keramba jaring apung (KJA) di Desa Silalahi-Paropo Kecamatan Silahisabungan, memperoleh anakan dari pemodal.
Benpa juga mengungkap keprihatinan seputar alokasi anggaran buat pembenahan irigasi senilai Rp23 milliar tahun 2016. Harusnya, ada target pencapaian sebagai imbal balik suntikan dana. Jangan ada kesan, yang penting jadi proyek. Penggelontoran setiap rupiah uang rakyat, seyogianya bermanfaat bagi masyarakat.
Sebelumnya, Camat Lae Parira Rusmida Situmorang membenarkan, areal persawahan di wilayahnya berkurang hingga 40 persen. Sebagian dijadikan lahan jagung dan hortikultura serta permukiman. Bupati membenarkan, banyak areal kopi diganti menjadi jeruk manis. Tanaman tersebut dinilai lebih untung. Harga kopi ditentukan pasar internasional, ternyata kurang berpihak kepada petani. (D01)