3 Minggu Terisolasi, Longsor Desa Suka Dame Belum Dilapor
Sekretaris Daerah Pemerintah Kabupaten Dairi Sumatera Utara, Sebastianus Tinambunan di Gedung Olah Raga Sidikalang, Jumat (13/01/2017) mengatakan, belum daat memastikan aakah laporan bencana alam longsor di Desa Suka dame Kecamatan tanah Pinem sudah masuk.
“Setahu saya, hanya jalan longsor di Desa Sihorbo Kecamatan Siempat Nempu yang sudah masuk. Itu diterima kemarin. Kalau Suka Dame, belum tahu saya. Soalnya, surat bertumpuk” kata Sebastianus. Nanti dichek.
Yang manalah itu? Yang mau dialihan jalan dulu, tanya Sebastianus kepada Kepala Badan Kepegawaian, Suasta Ginting.
Pemerintah lamban??? Entahlah… Yang pasti, Bahrim Ginting (45) penduduk Desa Suka Dame melalui telepon menginformasikan, bencana tersebut terjadi pertengahan Desember 2016. Hingga kini, belum ada tanda-tanda bantuan penanganan dari pemerintah. Alayt berat maupun kunjungan belum tertengok.
Ginting sudah menyampaikan keluhan kepada petugas Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Selasa (10/01/2017). Dari sambungan telepon, diperoleh jawaban bahwa personel sibuk urusan pelantikan.
Masyarakat sudah berusaha sedaya mampu melakukan perbaikan. Yakni melalui swadaya. Namun, gotong royong tersebut tak berbuah maksimal hasil menyusul beratnya beban kerja. Dia merinci, titik longsor terjadi antara Dusun Pamah-Juma Batu. Ini dampak curah hujan tinggi.
Diterangkan, penduduk merasaan kerugian bengkak. Sebab, biaya pikul per goni untuk melewatkan barang dari longsoran itu dikenakan Rp25 ribu. Jahe, cabe dan jagung adalah hasil uatam pertanian masyarakat. Aktivitas ekonomi biasanya dilakukan ke Tigalingga dan Tiga Binanga Kabupaten Karo.
Ditambahkan, sebanyak 400 keluarga didera kesulitan. Yakni bermukim di Dusun Pamah, Juma Batu, Pinem, Sigedang dan Rambah Telko. Selain itu, masyarakat belum pernah menikmati penerangan mengikuti teknologi. Sebab, aliran listrik belum sampai ke kampung mereka. Sebagian pakai lampu teplok atau genset. Masih golap lah…
Penduduk berusaha menangani sedaya mampu lewat swadaya. Namun, akses tetap saja belum bisa dilintasi kendaraan roda 2. Ongkos angkut barang pun membengkak hingga Rp25 ribu per karung. Hasil tani berupa jagung,cabe dan jahe biasanya dijual ke Tigalingga dan Tiga Binanga Kabupaten Karo. Mereka tidak tahu lagi mau mengadu kepada siapa.
Disebutkan, sebanyak 400 kepala keluarga terisolasi. Warga dimaksud bermukim di Dusun Pamah, Juma Batu, Pinem, Sigedang dan Rambah Telko. Selain derita longsor, penduduk didera gelap gulita dan keterbalakangan informasi dan teknologi. Pasalnya, listrik belum mengalir ke kampung mereka. Seabgaij penduduk masih mengandalkan lampu teplok dan obor di malam hari. Hunian berada di tengah belantara. Aih,golap fuang… (ssr)